Akhir
Dentingan sendok dan garpu memenuhi isi ruangan, tak ada suara lain lagi selain suara notifikasi yang baru saja terdengar ditelinganya. Dengan cepat ia melihat siapa orang yang mengirimnya pesan, senyum tipis sontak terukir di wajahnya.
‘Ga, Aku pengen ketemu.’
‘tempat biasa ya?’
‘?’
‘tumben…’
‘jam
berapa?’
Ia membalas. Tak butuh waktu lama
pesannya terbalas.
‘sekarang bisa?’
Laki laki itu menaikkan satu
alisnya, agak bingung dengan sikapnya hari ini.
‘pagi pagi banget nih?’
‘kalo kamu gak mau juga gak papa kok,
Aku bisa pulang sekarang.’
‘
eh… gak gitu’
‘
jadi kamu udah disana?’
‘udah..’
‘
yaudah yaudah, tungguin aku berangkat sekarang.’
Tunggu. Ia baru ingat sesuatu.
‘tapi
sayang, aku mandi dulu ya..’
Ketiknya cengengsan, Setelah
mengirimkan pesan terakhir, laki laki itu segera menghabiskan makanannya, dan
bergegas membersihkan diri.
Cukup waktu 5 menit untuknya
bersiap siap, dan saat ini dirinya tengah dihadang lampu merah. Duduk di atas
motor ninja berwarna hitam, dirinya membuka kaca helm full face dan mengetik
sesuatu di hpnya.
‘Aku udah dijalan, 15 menit lagi sampe.’
‘iya, hati hati’
‘gausah ngebut!’
Balasan itu membuat ia tersenyum,
sampai suara klakson mengejutkannya. Ia mendongak ternyata merah sudah berubah
menjadi hjiau, Dengan terburu ia memasukkan hp kedalam saku jaketnya dan
melajukan motornya.
Pepatah sempat mengatakan; tak kenal maka tak sayang, maka dari itu, izinkanlah ia memperkenalkan dirinya, namanya Garsa. Laki laki yang tengah memperjuangkan skripsinya. Manusia yang berumur 22 tahun ini merupakan owner coffe shop yang sangat terkenal di kalangannya, karena tokonya itu sering memberi voucher beli satu gratis satu.
Gak sadar ya, waktu begitu cepat berlalu. 15 menit sudah ia tempuh, dan sekarang motor kesayangannya sudah terparkir rapi di pinggir taman. Garsa celingak- celinguk mencari seseorang, sampai netranya menemukan sosok itu, gadis yang hampir 2 tahun ini menjadi pacarnya.
Gadis itu terlihat melamun, menatap lurus kearah danau buatan. Tak perlu berfikir panjang, Garsa langsung menghampiri gadis itu.
“Dor!!” kejutnya yang langsung dibalas gaplokan dari gadis itu.
“Kaget!” ujarnya mengusap dada,
Garsa langsung mencari tempat duduk disamping gadis itu, dengan muka
cengengesan.
“maaf-maaf, lagian pagi-pagi gini
bengong. Entar kesambet tau rasa.”
“ish!” decak gadis itu kesal.
“lagian kamu kenapa? Tiba tiba
ngajak ketemuan, pakaian rapi kayak gini lagi? Aku pikir kamu habis olahraga.”
Ujar Garsa, gadis itu hanya tersenyum tipis.
“enggak kok, lagi pengen aja.”
Balasnya, lalu memalingkan wajahnya, kembali menatap danau itu.
Dia Syera, gadis berusia 20 tahun, yang masih menyandang status
sebagai mahasiswa fakultas Ilmu komunikasi, semester 5.
Gadis itu menghela nafas berat,
sangat sulit berkata, bahkan lebih sulit dari check out in barang dari
keranjang online shop. Syera mengusap tangannya, lalu ia kembali menatap laki
laki di sampingnya dengan tersenyum.
Ahhh senyumnya sangat manis sampai
menghilangkan rasa curiga Garsa pada Syera. Ia menatap gadisnya dengan
terpesona.
“kenapa?” Ucapnya lembut, selembut
sutra, Yang membuat hati Syera menghangat.
Syera menggelengkan kepalanya.
“Aku cuma lagi ngingat sesuatu.” Ujar Syera.
“Apa?” Tanya Garsa lembut sambil
mengusap rambut halus Syera.
“tentang pertemuan kita.” Jawab
Syera yang membuat Garsa tertawa kecil.
“inget gak?” Tanya Syera, Garsa
mengangguk mantap.
“ya inget lah, tau gak? Waktu itu
aku ketemu gadis cantik banget. Dia kayak orang kebingungan, kayak nyari
sesuatu hal yang berharga, pas aku Tanya ehhh kirain apaan, ternyata malah
pulpennya yang ilang.” Canda Garsa yang langsung didapat pukulan ringan dari
Syera.
“ishh, itu pulpen satu satunya
tau! Pakek uang terakhir aku!”
“pulpen harganya Cuma 4 ribu.”
“ya waktu itu kan aku baru jadi
anak perantau, beli pulpen rasanya berat banget. Kamu tau sendiri kan!” kesal
Syera, Garsa tertawa dibuatnya.
“iya iya aku tau, jangan ngambek
dong.” Bujuk Garsa terkekeh dan mencubit pelan pipi Syera. Syera yang diperlakukan
seperti itu seketika terkekeh, luntur sudah pertahanannya.
“ya deh yang tali sepatunya di
maling bocah.” Ujar Syera menoel hidung Garsa.
Garsa tertawa dan mengacak rambut
Syera. “hahahhaha iya ya, kalo di-inget-inget lagi, aneh aja tu bocah, kenapa
coba maling tali sepatu, mana cuma sebelah lagi.” Sahut Garsa menggelengkan
kepala merasa aneh dengan dunia ini.
“gak nyangka ya? Udah hampir dua
tahun kita bareng.”
“iya, ga nyangka juga, setiap
harinya cinta aku ke kamu makin bertambah.” Garsa tersenyum mendengar itu,
namun yang berucap malah menunduk, dirinya mencoba menghirup udara yang seakan-
akan menghindari untuk ia hirup.
Senyum Garsa pudar melihat
gadisnya murung, entah mengapa perasaannya mulai tak enak, meski pun dari awal
ia sudah merasakannya, namun sekarang lebih.
“Sye…” panggilnya menyentuh tangan
Syera dan menggenggamnya erat.
“kamu nangis?” lanjutnya saat ia
berhasil melihat wajah Syera. Dengan cepat Syera menghapus air matanya, yang
tiba tiba menetes.
“enggak siapa bilang? Kamu salah
liat kali!” bantahnya memalingkan wajah, namun tangan Garsa mengarahkan kembali
agar Syera menatapnya.
“jangan bohong, aku bukan anak
kecil yang bisa kamu tipu dengan ucapan.”tegas Garsa namun bmasih terbilang
lembut, air mata Syera kembali menetes.
Ia menggeleng, “aku udah gak bisa
Ga.”
“maksudnya?”
“Kita putus.”
“HAHH?!” Kaget, dua kata yang
keluar dari mulut manis gadis itu sukses membuat detak jantung Garsa hampir
terhenti. Kenapa tiba-tiba?
“Sye, kamu…..”
“Ga…” potong Syera, tangannya
menyentuh pipi Garsa.
“seharusnya kita sadar dari awal,
kalo jalan yang kita ambil ini salah.” tenggorakan Garsa tercekat, ia
memalingkan wajahnya, matanya memanas, sesuatu seakan ingin keluar namun
tertahan. Ia memejamkan matanya untuk menetralisirkan gertakan aneh dibenaknya.
“Aku gak mau putus!” Tolaknya.
“Ga, kamu gak ngerti…”
“Aku gak ngerti apa Sye? aku cinta
sama kamu, aku sayang sama kamu, dan aku yakin dari awal kamu juga sama.”
“iya aku tau! Kita memang sama
dalam hal ini, tapi yang lain?”
“kita udah sepakat untuk jalanin
dulu kan?” Sahut Garsa tak terima. Udara pagi yang seharusnya sejuk kini
berubah menjadi panas, bahkan pohon rindang di belakang mereka menolak
mengeluarkan oksigennya untuk mereka, angin pun juga enggan untuk bertiup.
Keterbatasan udara yang ada membuat kedua pasangan yang saling menatap itu
terengap-engap penuh emosi. Seperti seseorang baru selesai lari maraton.
“jujur Ga, sulit buat aku
mengambil keputusan ini, aku juga gak mau kita pisah,”
“yaudah kalo gitu kita lanjut aja,
gampang kan?”balas Garsa sedikit menaikkan suaranya di bagian akhir kalimat.
“gak segampang yang kamu kira!
Oke. kita gak jadi putus, kita lanjutin lagi hubangan yang gak jelas mau
diarahin kemana! Dan apa? Pada saatnya nanti kita bakal dihadapi posisi yang
sama, dengan rasa yang lebih berat dari ini.”
“Garsa, selama dua tahun ini. Ahh
hampir, bahkan selama itu aku nyoba benci sama kamu Ga. Tapi gak bisa, dari
awal posisi ini emang salah, seharusnya aku nolak, tapi aku pikir hubungan ini
bakal sama aja kayak kemarin kemarin. Ternyata aku salah, rasa sayang aku ke
kamu jauh lebih besar Ga, cinta aku setiap hari makin bertambah, dan aku takut
jika itu ngebuat segalanya makin gak terkendali.” Jelas Syera panjang lebar
kali tinggi, namun tetap saja hati batu yang Garsa miliki tak tertembus.
“apapun itu, seenggaknya kamu
mikirin aku, aku gak bisa lepasin kamu, hati aku ini udah sama kamu Syera.”
“Garsa.” Syera menggenggam tangan
Garsa dan meremasnya halus. Garsa menggeleng.
“jika ketakutan kamu karna
perbedaan kita, aku siap Sye. Apapun demi cinta kita, aku siap jika aku harus
menyamakan keyakinan yang kamu miliki.”
Deg!
Mendengar itu, apakah Syera harus bahagia?
Tidak-tidak, ini tidak benar.
“Kamu ngomong apa sih Ga?”
“Aku serius,” Ucap tegas Garsa,
Syera menggeleng.
“gak secepat itu Gar, jalan kita
masih panjang,”
“mau kamu apa sih Sye?!” Ucap
Garsa mulai frustasi, “aku udah turutin segalanya demi cinta kita, tapi kamu…?
Arghh” Garsa mengacak rambut frustasi ia berdiri ingin meninggalkan Syera namun
tertahan.
Syera menahannya, ia menggenggam
tangan Garsa. Lalu berdiri dan memeluk tubuh Garsa.
“Maaf… Maaf..” isaknya. Garsa
memejamkan matanya dan membalas pelukan Syera.
“kamu mau putus kan?” Ujar Garsa
mulai mereda, Syera hanya diam dalam isak.
“aku terima. Demi kamu.” Lanjut
Garsa. Disaat itulah hati Syera benar-benar hancur seutuhnya, namun ia harus
kuat, ini semua adalah keputusannya, untuk menyelamatkan luka lebih dalam lagi,
ia harus kuat.
Syera melepaskan pelukannya dan menatap Garsa.
“makasi Ga, makasi, kamu udah ngertiin aku. Tapi aku mohon,” Syera mengambil
kedua tangan Garsa. “jangan benci aku, aku mau hubungan kita tetep baik
meskipun itu hanya sekedar sahabatan.” Pinta Syera, Garsa tersenyum tipis dan
mengangguk.
“Ya, kalo kamu butuh aku, aku ada buat kamu.”
Ucap Garsa mencium kening Syera, setelahnya Garsa pamit undur diri, karena ada
pekerjaan yang harus ia selesaikan.
Syera menatap nanar punggung Garsa
yang kian menjauh. Ya, memang benar kata orang. Harus ada pengorbanan di setiap
langkah kehidupan, meskipun itu menyakitkan, tapi ia sadar itu adalah jalan
terbaik untuk hubungan mereka, setidaknya mereka selamat dari rasa sakit yang
begitu dalam.
Dah
Abis…….
Komentar
Posting Komentar